Jumat, 25 Juni 2010

14:oo:22


Bulan itu datang Bulan Mei
Jatuhnya tepat di mega bergelombang
Megahnya disambut
Dari tahta sunyi sepi
Mungkin kali ini bulan datang membawa surat
Dari dunia mana tak ternama
Isinya tentang singgahsana bumi
Betapa lestari
Wangi
Mungkin pula tentang mahkota bumi
Betapa lestari
Dari peluh
Dari rapuh
Entahlah !
Karena surat itu belum dibaca
Karena dunia belum selesai
Dari nurani yang belum sampai

Label:

Rahmat

Buat Rahmat
yang mungkin saat ini ada di tepian kanal
Awan sudah kelam
Camar-camar menculik selatan
Pohon sudah tak berdahan

Buat Rahmat
yang mungkin saat ini sedang berendam
Angin semakin gersang
Bau kelat di tiap kota
Tak lagi permai
Seperti kala syair terbang di penjuru langit
Oleh pencabut alam
Angin masuk penjara
Awan tak lagi merenda

Buat Rahmat
yang mungkin saat ini sudah tenggelam
Lupakah kau menyebut
Selamat tinggal ?

Label:

Kamis, 24 Juni 2010

Bulan Sedang Lepas dari Tuhan (2)

Di suatu hari pada sebuah negeri
Bulannya lepas pada kendali
Maka bertanyalah pula aku
Kemana redup itu tak hingga lesap menjejak bumi

Seorang anak menderita sakit kaki
Terpincang menganga padaku
Bersama rekah matanya yang berapi
Ia tengadahkan tangan dengan air mata dan kotoran wajah
yang membekas

Aku jatuhkan satu logam di telapak berjari
tengahnya yang buntung,
lalu ia pegang tanganku
Kau tahu apa yang ia katakan
Pulang. Segeralah pulang.
Pulang. Lekaslah pulang, Kakak

Coba kakak lihat
Perkasa-perkasa di junjung negara
Mereka punya gigi sringai
juga punya tanduk serigala

Coba kakak lihat
Perkasa-perkasa yanbg berjejer di penjara
Mereka punya kuasa
Sembunyikan jejeran dosa

Bapakku, Kakak
Cuma berjejer biji timah
Hanya terima lima ribu rupiah
Untuk timah yang dicuci nahah dan darah

Kakaku, Kakak
Cuma tak sengaja di antara para mahasiswa
Berpekak teriak di muka istana
Untuk kemudian lenyap bersama perkasa pemerintah!

Laku perempuan tua berabun mata
Ia terpaksa mencuri biji cokelat
Untuk ia tukar dengan gabah
Tapi lalu dipenjara
Itu Emakku, Kakak!

Kutunjuk-tunjuk muka si perkasa
misai terentang!

Apa yang kau perbuat bagi kami semua?
Pada pekerja tambang
Pada siswa celaka
Pada ibu rumah tangga
Pada 500 miliar rupiah???

Maka itu, Kakak
Jari tengahku buntung!

Untuk tetua negeri
Untuk listrik kami yang mati
Untuk gelandangan kami di panti
Untuk anak muda kesurupan ujian
Untuk anak-anak kami yang terus menanti
para tetua negeri datang penuhi janji

Maka pergilah si anak tadi
Setelah memberikan pesan pada tetua yang lupa diri
dengan jarinya yang buntung
K E P A R A T

Jadi suatu hari di sebuah negeri
Bulannya lepas dari kendali
Maka bertanya pulalah kami di selasar malam
Katanya bulan sedang lepas dari Tuhan

Label:

Guru Perbatasan

Guru adalah profesi yang memiliki peranan penting dalam kemajuan anak bangsa. Maka kemudian muncul istilah guru tanpa tanda jasa. Hanya saja ungkapan itu semstinya tidak menjadi dasar bahwa guru boleh dan dimaklumi untuk hidup menderita dan terpinggirkan dari pegawai pemerintah lainnya.
Pada masa sekarang, guru dituntut untuk memanfaatkan sumber daya alam dan teknologi lebih optimal. Namun bagaimana jika hal tersebut tidak mudah terwujud jika fasilitas pribadi tidak didapatkan oleh guru di perbatasan atau bahkan guru-guru di wilayah perkotaan? Tentu hal ini juga akan mempengaruhi fasilitas pendidikan yang sudah disiapkan oleh pemerintah ataupun oleh guru itu sendiri.

Kecamatan Sajingan Besar merupakan satu contoh sebuah daerah eksotis yang memiliki sejumlah gedung sekolah. Sejumlah sekolah dasar, 2 bagunan Sekolah Menengah Pertama, dan 1 Sekolah Menengah Kejuruan terdapat di kecamatan ini. Secara fisik, gedung SMPN 1 maupun SMPN 2 dapat dikatakan cukup memadai. Bahkan SMP 2 Sajingan Besar memiliki struktur bangunan fisik lebih baik dari beberapa bangunan sekolah di kabupaten lain di Kalimantan Barat. Fasilitas yang sudah ada selain ruang kelas dan ruang-ruang lainnya yang sudah cukup memadai, sekolah ini juga sudah dilengkapi dengan lampu yang terpasang di setiap sudut ruang. sekolah ini juga memiliki fasilitas asrama siswa Putra dan Putri untuk siswa yang memiiki tempat tinggal jauh dari sekolah.

Kami para guru yang ditempatkan di SMP Negeri 2 Sajingan Besar juga telah mempersiapkan perangkat mengajar dan materi mengajar. Apalagi sekarang pendidikan sudah mulai menggunakan e-learning.
Kecamatan Sajingan Besar juga memiliki sumber air yang melimpah. Demikian pula wacana mengenai pembangunan jalan raya yang akan selesai tak beraspa lama lagi. kucuran dana yang lumayan cukup baik dari pemerintah Indonesia maupun Kerajaan Melaysia membuat Sajingan Besar tampaknya akan jadi kecamatan besar dan maju.
Sayangnya, fasilitas yang ada tersebut tidak dapat kami nikmati. Listrik dan air yang melimpah tak dapat kami nikmati di sekolah ini. Mulai dari Desa Sawah hingga Desa SUngai Bening, masyarakat masih harus hidup gelap gulita tanpa listrik. beberapa warga memanfaatkan listrik tenaga surya yang apa adanya atau menggunakan mesin penggerak listrik lain yang hanya cukup digunakan beberapa jam saja untuk menghidupkan lampu 20 watt.
Maka tak kurang parahnya yang kami alami, bahkan sumber air melimpah tak dapat kami nikmati dengan mudah. Sumber air yang jaraknya cukup jauh dan harus melewati dataran tinggi membuat kehidupan kami para guru dan siswa-siswa di sekolah tidak mudah. Beberapa kali kami, para guru terpaksa mengambil air dari sungai (aliran air dari mata air gunung) untuk mandi dan minum. Bahkan terpaksa mengambil air sedikit demi sedikit dari genangan air di halaman sekolah.

Keadaan semakin mengkhawatirkan karena sekolah mungkin akan dijadikan tumbal bagi permasalahan antara pemborong dengan pemilik tanah. Bayangkan saja, jika sekolah yang berdiri tegak di tengah gunung tersebut harus disegel hanya karena utang yang tak kunjung lunas dibayar ke pemilik hibah!

Guru tanpa tanda jasa. Sebutan itu terdengar masih klise. Sebutan itu bukan sebutan yang menjadi dasar bahwa guru boleh hidup menderita. Bukankah pemerintah menjanjikan kesejahteraan bagi para pendidik. Bagaimana mungkin teknologi harus dimanfaatkan agar pendidikan menjadi lebih baik?
Tidak ada alasan sebenarnya bagi kami untuk mengeluh. Namun tidak ada alasan pula bagi kami untuk diam saja dan menerima apa adanya. Harapan demi pendidikan juga harus diimbangi dengan pemerataan fasilitas pendidikan dan pribadi siswa maupun guru.
Kami mungkin hanya sebatas bekerja semampu yang kami bisa dengan sumber melimpah tapi media yang kurang memadai. Kami juga mungkin hanya mencoba untuk terus berharap dan meminta dengan cara sederhana yang kami sendiri pun tidak paham. Kami mungkin hanya terus berdoa agar Tuhan tetap terus menjaga dan memelihara semangat dan keikhlasan kami, para guru perbatasan, hingga pada batas yang tak bisa lagi kami jangkau.

Label: